search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Komunitas Seni Ini Pesankan Pentingnya Sikap Rendah Hati
Rabu, 29 Juni 2022, 10:25 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITADENPASAR.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITADENPASAR.COM, DENPASAR.

Komunitas Seni Keluarga Kesenian Bali Radio Republik Indonesia (RRI) menampilkan Dramatari Arja Klasik (Pakem RRI) serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV Tahun 2022 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali (Art Center), Senin (27/6/2022) malam. 

Mengangkat lakon “Katak Genggong”, Komunitas Seni Keluarga Kesenian Bali pesankan pentingnya sikap rendah hati. Jangan bersikap angkuh karena akan berakibat buruk.

Koordinator pementasan, Gusti Made Sumadi menjelaskan, Pemprov Bali memberikan kesempatan RRI Denpasar untuk tampil setiap ajang PKB. 

Dikatakan, arja Pakem RRI memiliki ciri khas. Misalnya dari pepesonnya ada Galuh, Liku, Limbur, dan Desak itu menjadi satu, tidak pernah terpisah.

“Kadang-kadang peran ini kan bisa jadi temannya Mantri Buduh, pisah dengan permaisurinya. Selain itu, sari stuktur pementasan pakem RRI ini di awal membawa suasana adem, setelah adem muncul tawa. Setelah tawa, Mantri Manisnya ini menyampaikan tutur dan tattwa. Setelah itu lagi humor. Terakhir baru puncaknya. Sehingga tidak semua melucu,” ungkapnya.

Pria yang kerap disapa Aji Tibah saat siaran ini menambahkan, untuk yang tampil merupakan seniman-seniman senior yang tergabung dalam Komunitas Seni Keluarga Kesenian Bali. 

Hanya tiga orang yang masih berdinas di RRI Denpasar. Sisanya merupakan pensiunan RRI Denpasar yang hingga saat ini masih aktif mengisi acara Arja Negak yang disiarkan RRI Denpasar setiap hari Minggu.

“Sehingga untuk tampil di PKB kali ini kami cuma lima kali latihan. Para senior sudah paham sebenarnya. Karena setiap minggunya kami sudah terbiasa mengisi Arja Negak. Jadi latihan itu hanya untuk memahami jalan cerita saja,” pungkasnya.

Lakon “Katak Genggong” mengisahkan Raden Sukla Wicitra, raja di Kerajaan Lemah Sweta menolak pinangan dari permasuri Dewi Alis Gesing dari Kerajaan Pering Wuri untuk dinikahkan dengan anaknya. Karena merasa sakit hati ditolak, Dewi Alis Gesing kemudian membuat kerajaan Lemah Sweta hancur. Kemarau panjang seperti tidak biasanya, wabah penyakit merajalela, serta tidak ada yang mengetahui apa penyebab terjadinya bencana itu.

Namun Raden Sukla Wicitra sudah tahu siapa yang menyebabkan hal ini terjadi. Raden Sukla Wicitra pun mendatangi Dewi Alis Gesing dan memohon agar negerinya dikembalikan seperti sedia kala, dengan apapun persyaratannya dia akan menyanggupi kecuali mati dan tidak menjadi mantunya. 

 Dewi Alis Gesing memberi syarat dia akan diubah menjadi katak. Namun wujudnya akan berubah menjadi manusia kembali, apabila ada seorang gadis cantik yang sombong mau menikahinya. Keinginan Dewi Alis Gesing ini agar sang Raden merasakan sakit yang sama yang dialami olehnya. Raden Sukla Wicitra pun menyanggupi menjadi katak.

Sementara di Kerajaan Kresna Paksa, seorang putri pewaris tahta bernama Diah Somadewi akan dinobatkan sebagai raja. Namun meski parasnya sangat cantik, Diah Somadewi berperangai angkuh. Bahkan sang adik, Diah Anggreni selalu menjadi sasaran keangkuhannya.

Suatu hari, Diah Somawati bermain di taman. Tiba-tiba selendang kesayangannya terbang ditiup angin. Semua pelayan dan perajurit disuruh mencari namun tidak ada yang berhasil.

Ternyata selendang itu berada di tengah telaga yang sangat dalam, dibawa oleh seekor katak yang bisa berbicara seperti manusia. Diah Somawati dengan angkuh menagih selendang itu, namun tidak diberikan. 

Sang katak memberikan syarat, bahwa ia akan menyerahkan selendang itu jika tuan putri mau bersahabat dengan si Katak. Karena merasa terdesak, dengan terpaksa Putri mengiyakan syarat Si Katak.

Namun, ketika berteman dengan si katak banyak hinaan dan cemoohan yang didapat. Merasa sakit hati menanggung malu, akhirnya Diah Somawati menendang dan mengusir si katak. 

Dengan kejadian itu, Kerajaan Kresna Paksa Tiba-tiba kekeringan, gagal panen beberapa kali karena hujan tak pernah turun setahun lebih. Raja yang ayah Diah Somawati pun bingung. 

Menurut Pendeta kerajaan, untuk menyelamatkan negeri Kresna Paksa, Raja harus mengundang Katak untuk memanggil hujan. Namun seekor katakpun tidak ditemui. 

Raja semakin bingung dan menyerahkan tanggung jawab ini kepada Diah Somawati karena telah mencaci maki dan mengusir seekor katak.

Penyesalan Diah Somawati atas perbuatannya yang dulu sombong, kikir suka mengatur baru dia rasakan. Akhirnya dia berkata lantang “Katak datanglah! Seandainya kamu bisa datang dan mengundang hujan, demi rakyatku, jangankan bersahabat, jadi istripun aku rela. 

Selesai berucap seperti itu, katak memanggil hujan, dan tiba-tiba muncul Raden Sukla Wicitra. Dia menceriterakan apa sebenarnya yang terjadi. Akhirnya Raden Sukla Wicitra menikah dengan Diah Somawati, kerajaan Kresna Paksa menjadi subur kembali.

Editor: Robby Patria

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritadenpasar.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Denpasar.
Ikuti kami