Omicron Mengancam Pemulihan Pariwisata Bali
GOOGLE NEWS
BERITADENPASAR.COM, DENPASAR.
Pada bulan Desember 2021, varian Omicron pertama kali terdeteksi di Indonesia (Kementerian Kesehatan, 15 Desember). Menurut World Health Organization, Varian ini sangat menular–menyebar 70 kali lebih cepat dalam udara dibandingkan dengan Delta (Fakultas Kedokteran HKU, 15 Desember). Sekalipun terdapat klaim bahwa Omicron tidak terlalu mematikan, Presiden Joko “Jokowi” Widodo di hari yang sama mengimbau masyarakat untuk tidak berpergian ke luar negeri dengan harapan mengurangi risiko penularan lokal.
Ketika Bali hendak bersiap untuk menyambut wisatawan mancanegara, akankah Omicron mengancam kesempatan Pulau Dewata untuk pulih?
Pada bulan Juli 2021, Indonesia menggantikan India sebagai pusat penyebaran COVID di Asia dengan kasus infeksi baru tercatat mencapai 47.899. Sekelam apa pun situasinya pada saat itu, Bangsa ini mampu menerjang badai ombak, bahkan, dengan sangat memuaskan.
Dalam kurun waktu kurang dari 100 hari, Indonesia mencatat salah satu kasus terendah di dunia. Hampir 50 persen penduduk Indonesia telah divaksinasi. Hal ini berkat perubahan strategi Kementerian Kesehatan dalam waktu sekejap – dari birokratisasi pendistribusian vaksin hingga suntikan yang gratis dan dapat diakses oleh masyarakat dari berbagai jenjang usia dan pekerjaan di hampir setiap sarana publik.
Ketika rumah sakit dan kegiatan usaha kembali beroperasi dan mulai menghasilkan omzet, beberapa industri mungkin tidak mengalami hal yang sama. Di Bali, pariwisata belum kembali normal. Hanya 45 WNA mengunjungi Bali di tahun ini – suatu penurunan yang signifikan dari 6,2 juta sebelum pandemi.
Beberapa minggu kelonggaran PPKM tidak berhasil membangkitkan ekonomi Pulau Surga (Island of Paradise), karena wisatawan dalam negeri hanya mewakili sedikit persentase dibandingkan dengan pelancong asing. Nusa Dua mungkin tampak padat akhir tahun ini, tetapi Canggu, Seminyak, dan Ubud tidak lagi sama seperti di tahun 2019. Warga Australia dan Tiongkok merupakan turis asing terbanyak di Bali setiap tahunnya dahulu. Dengan Australia dan Negeri Tirai Bambu masih menerapkan perbatasan yang terketat di dunia, hanya ada sedikit harapan bahwa pariwisata di Bali akan kembali seperti sediakala.
Saat ini, hanya beberapa warga negara asal yang diperbolehkan mengunjungi Bali. Bahkan dengan kebijakan sekarang yang memperbolehkan orang Tiongkok masuk, mereka hampir tidak terlihat di sekitar jalan dan tempat wisata. Pulau ini mengandalkan orang asing yang baik telah menetap secara permanen atau memilih untuk tidak kembali ke negara asal sejak wabah menyebar di bulan Maret 2021.
Varian baru ini tidak membantu, karena ia telah menambah daftar negara yang tidak diperbolehkan masuk ke Indonesia dan mengharuskan 10-hari karantina – suatu kebijakan kewaspadaan kesehatan masyarakat yang patut diapresiasi.
Akibatnya, seorang turis luar negeri tanpa keluarga atau teman akan berpikir dua kali sebelum memesan tiket pesawat. Hal ini sekalipun terdapat pemandangan matahari terbenam di Jimbaran yang menggoda, kekayaan budaya, penduduk lokal yang ramah, dan suatu surga (paradise) bagi mereka yang bermimpi menikmati perjalanan “Eat Pray Love”.
Pengembara domestik penting, tetapi mereka tidak bisa menutup celah yang ditinggalkan dan dahulunya dielu-elukan oleh penjelajah global. Ini alasan mengapa Indonesia memilih Bali sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi G20 di tahun 2022, terutama dengan mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger”.
Baca juga:
Kelurahan Tonja Memiliki 2 Bank Sampah
Bali dibanggakan sebagai salah satu daerah dengan tingkat vaksinasi tertinggi selain Jakarta dan Kepulauan Riau. Ketika Tanah Air kembali memutar roda perekonomian, ia bermaksud untuk menunjukkan dunia kesuksesan tersebut selagi menghasilkan pemasukan dari pariwisata – suatu konsep yang sama dengan menjadi tuan rumah Olimpiade.
Presiden Jokowi ingin menggunakan G20 sebagai ajang untuk memperlihatkan kemampuan Indonesia dalam menangani pandemi. Pulau Dewata dapat memetik manfaat luar biasa dari kesempatan tersebut.
Lagi pula, kehidupan di Bali belum kembali normal. Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengucapkan harapannya di Instagram: “Semoga Bali segera pulih.”
Varian baru ini mengancam pemulihan industri pariwisata Bali. Alasan kuat mengapa Pak Presiden menyampaikan urgensi untuk tetap tinggal dalam negeri pada musim liburan ini.
Namun, yakinlah Indonesia akan keluar dari krisis ini lebih kuat, sebagaimana selalu terjadi – baik itu di masa kemerdekaan, Krisis Moneter 1998, atau pun penularan yang paling mematikan di bulan Juli 2021.
Terdapat sejuta alasan untuk optimis. Bali tidak sendirian, kita semua dalam perhelatan ini bersama-sama. Bersama-sama Pulih, Menjadi Lebih Kuat (Recover Together, Recover Stronger).
Penulis
Luther Lie Praktisi hukum berbasis di Bali, Indonesia. Pandangan ini adalah pendapat pribadi
Editor: Robby Patria
Reporter: bbn/tim