WALHI Tolak Rencana Pengambilan Pasir Laut di Perairan Bali Selatan
GOOGLE NEWS
BERITADENPASAR.COM, BALI.
WALHI Bali mengungkapkan penolakan keras terhadap rencana pengambilan pasir laut untuk proyek konservasi pantai di Bali.
Dalam konsultasi publik yang diadakan di Ruang Rapat Danau Beratan, Badan Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida mempresentasikan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL RKL-RPL) terkait proyek Bali Beach Conservation Project fase II.
Proyek ini direncanakan melakukan pengisian pasir di beberapa pantai di Bali, termasuk di perairan Jimbaran dan Tanjung Benoa.
Dari analisis yang dilakukan, WALHI Bali menemukan bahwa aktivitas pengerukan pasir di dua titik ini dapat memperburuk kondisi pesisir di Bali Selatan yang sudah rentan terhadap abrasi.
Dari 13 desa yang berada di sekitar lokasi, 8 desa di Jimbaran dan 5 desa di Tanjung Benoa memiliki kategori kerentanan pesisir yang sangat tinggi.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), wilayah pesisir tersebut juga terkonfirmasi memiliki risiko tinggi terhadap gelombang ekstrim dan abrasi.
“Adanya aktivitas pengerukan pasir akan memperparah kondisi pesisir yang sudah rentan,” ujar Made Krisna Bokis Dinata, Direktur Eksekutif WALHI Bali.
WALHI juga menyoroti bahwa pengerukan pasir laut dapat mengubah bentang alam bawah laut dan berdampak negatif pada biota dan ekosistem perairan di sekitarnya.
Lokasi pengambilan pasir di Tanjung Benoa sangat dekat dengan kawasan konservasi laut, termasuk terumbu karang dan padang lamun, yang dapat terancam akibat aktivitas ini.
Dalam dokumen ANDAL RKL-RPL, disebutkan bahwa lokasi pengambilan pasir hanya berjarak 1,04 km dari terumbu karang, yang berpotensi merusak ekosistem tersebut.
“Penggunaan kapal pengeruk seperti Trailer Suction Hopper Dredger (TSHD) yang bersifat destruktif dapat berdampak pada area sekitarnya dalam radius kurang dari 3 km,” tambah Bokis.
Pengambilan pasir juga direncanakan di perairan Jimbaran, yang merupakan jalur migrasi penyu dan wilayah pengelolaan perikanan yang penting.
Jarak lokasi pengambilan pasir hanya sekitar 486,78 hingga 557,97 meter dari jalur migrasi penyu, sehingga berpotensi mengganggu keberadaan spesies tersebut.
“Proyek ini harus dibatalkan, karena akan menghancurkan ekosistem perairan, khususnya jalur migrasi penyu dan kawasan perikanan di Bali Selatan,” tegasnya.
WALHI mengingatkan bahwa pengambilan pasir laut di daerah lain, seperti Pulau Rupat di Riau dan Pulau Kodingareng di Sulawesi Selatan, telah merusak ekosistem perairan dan berdampak negatif pada nelayan dan masyarakat setempat.
Dalam forum tersebut, WALHI mengajukan surat tanggapan yang diterima oleh perwakilan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta BWS Bali-Penida.
Editor: Aka Kresia
Reporter: bbn/rls