search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Hari Pers Nasional, IWO Desak Presiden Prabowo Cabut Kepres No 5 Tahun 1985
Minggu, 9 Februari 2025, 13:52 WITA Follow
image

Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO), Teuku Yudhistira

IKUTI BERITADENPASAR.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITADENPASAR.COM, BALI.

Desakan untuk mencabut Kepres HPN semakin menguat menelang puncak perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2025.

Kritik dan protes kembali mencuat terkait pelaksanaan hari yang dianggap sakral bagi insan pers Indonesia. 

Kini, semua mata tertuju pada Presiden Prabowo Subianto. Akankah ia berani mengambil langkah progresif demi kesetaraan insan pers di Indonesia?

Sebagaimana diketahui, peringatan yang jatuh pada 9 Februari setiap tahunnya dinilai hanya menguntungkan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan mengesampingkan organisasi wartawan lainnya.

Ketua Umum Ikatan Wartawan Online (IWO), Teuku Yudhistira, menilai bahwa anggapan tersebut sangat wajar. 

Menurutnya, tanggal perayaan HPN yang bertepatan dengan hari lahir PWI pada 9 Februari 1946 semakin menguatkan kesan bahwa peringatan ini lebih berpihak kepada satu organisasi.

"Harus kita akui, PWI adalah organisasi pers pertama di Indonesia yang lahir setelah kemerdekaan. Namun, penetapan HPN pada tanggal tersebut di era sekarang sudah tidak relevan," ujar Yudhistira saat ditemui di sekretariat IWO, Jakarta Timur, Jumat (7/2/2024).

Sejarah mencatat bahwa Keputusan Presiden (Kepres) No 5 Tahun 1985 tentang HPN ditandatangani langsung oleh Presiden Soeharto pada 23 Januari 1985.

Yudhistira menilai bahwa keputusan tersebut merupakan warisan Orde Baruyang sudah tidak sesuai dengan semangat reformasi dan demokrasi dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

"Jika dunia pers Indonesia ingin menjalankan reformasi secara total, maka warisan Orde Baru ini seharusnya tidak lagi digunakan. Apalagi, masih ada keberpihakan terhadap organisasi tertentu," tegasnya.

Lebih lanjut, Yudhistira meminta Presiden Prabowo Subianto untuk bersikap tegas dengan mencabut Kepres tersebut. Menurutnya, keberagaman organisasi pers harus dihormati dan HPN seharusnya bisa dirayakan oleh seluruh wartawan tanpa diskriminasi.

"Jika berbicara soal kesetaraan dan netralitas, kunci perubahan ada di tangan Presiden Prabowo. Cabut Kepres itu, sehingga ke depan, HPN bisa dirasakan oleh seluruh insan pers tanpa adanya dominasi dari satu organisasi saja," ujar Yudhistira.

Yudhistira juga mengusulkan beberapa tanggal alternatif yang lebih merepresentasikan perjalanan pers di Indonesia. Beberapa opsi yang diajukan antara lain:

  • Januari 1907: Tanggal terbitnya Medan Prijaji, surat kabar pertama yang dianggap sebagai tonggak awal pers nasional.

  • 13 Desember 1937: Hari lahirnya Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, yang juga menjadi bagian penting dalam sejarah pers Indonesia.

Ia berharap, Presiden Prabowo dapat memperhatikan aspirasi seluruh wartawan di Indonesia agar perayaan HPN lebih inklusif dan tidak hanya berpusat pada PWI.

Sejak era reformasi, kebebasan pers telah berkembang pesat dengan hadirnya berbagai organisasi wartawan di luar PWI. Namun, selama Kepres No 5 Tahun 1985 masih berlaku,

Yudhistira menilai bahwa kemerdekaan pers belum sepenuhnya terealisasi.

"Di awal reformasi, Menteri Penerangan Yunus Yosfiah sudah memberikan kebebasan bagi wartawan untuk membentuk organisasi di luar PWI. Tapi kalau Kepres ini masih ada, maka reformasi pers belum dilakukan secara total," pungkasnya.

Editor: Wids

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritadenpasar.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Denpasar.
Ikuti kami