Alasan PHDI Tolak Permohonan Diksa Pariksa Luh Puji Ardani
GOOGLE NEWS
BERITADENPASAR.COM, DENPASAR.
PHDI Bali memutuskan untuk menolak permohonan diksa pariksa Luh Puji Ardani ke PHDI Badung.
Hal ini disebutkan dalam hasil rapat koordinasi Jumat, 8 Juli 2022, yang dihadiri Dharma Upapati PHDI Badung, Ketua Paruman Walaka, Ketua Harian dan Sekretaris, Wakil Ketua Bid Organisasi, Dinas Kebudayaan Badung, MDA Badung (ijin) serta Ketua dan Sekretaris PHDI Provinsi Bali, diputuskan untuk ditolak.
Alasan penolakan, antara lain karena ada kesimpangsiuran informasi tentang Luh Puji Ardani terkait kesulinggihannya.
Rapat dihadiri Ketua dan Sekretaris PHDI Badung, Dr. Gede Rudia Adiputra, M.Ag dan Ir Wayan Sukarya, M.Ag,Dharma Upapati PHDI Badung, Ketua dan Sekretaris PHDI Bali, Nyoman Kenak dan Putu Wirata Dwikora.
Beredar kabar bahwa Puji Ardani mencari Nabe seorang Sulinggih di Bali dan berdomisili di Kabupaten Badung, sehingga permohonan Diksa Pariksa dialamatkan ke PHDI Badung.
Karena permohonan lintas provinsi, rapat koordinasi dilakukan dengan menyertakan PHDI Bali. Kabarnya, rapat merekomendasikan permohonan Diksa Pariksa Puji Ardani tidak dapat dilanjutkan.
Nama Luh Puji Ardani viral di media sosial, karena pengakuannya sebagai Sulinggih ternyata "palsu". Karena berdasarkan fakta yang ada, di Griya Karang, Budakeling, Karangasem, Puji Ardani bukannya "mediksa dwijati" tetapi hanya "melukat".
Dengan fakta itu, status Puji Ardani bukanlah Sulinggih, walaupun di akun medsos beredar foto-foto Puji Ardani mengenakan busana seperti sulinggih.
Dalam sastra serta seminar kesatuan tafsir agama Hindu taun 1982-1983, perilaku seperti itu termasuk "nyumuka", selain dilarang mesti dijatuhi sanksi, diantaranya tidak boleh menjalani diksa dwijati dalam status sudah "kepanten".
Kata pengurus PHDI Badung, ada beberapa alasan penolakan permohonan Luh Puji Ardani antara lain:
Pertama, pernah ada informasi bahwa Luh Puji Ardani mediksa di Griya Karang Budakeling Karangasem, yang ternyata belakangan bukan "mediksa", tapi "melukat".
Namun di lain pihak nyatanya ada rekam digital yang menunjukkan Luh Puji Ardani tampil menggunakan busana Sulinggih/Pandita sedang "muput", bahkan mengenakan "ketu putih".
Seseorang yang mengaku-aku Sulinggih namun bukan Sulinggih disebut sebagai "Sulinggih Nyumuka" menurut kesimpulan seminar Kesatuan Tafsir tentang agama Hindu, menyangkut tentang wiku.
Perilaku seperti itu tidak layak untuk menjalani Diksa Dwijati, karena statusnya termasuk dalam status "kepanten" yang setara dengan putusan mati.
Kedua, ada pengakuan Luh Puji Ardani, bahwa yang bersangkutan sudah menjalani diksa dwijati di India namun tanpa dukungan administrasi sebagaimana ketentuan bhisama Parisada, dan bila benar Luh Puji Ardani sudah diksa dwijati di India, tentunya sudah berstatus Sulinggih/Pandita, dan seorang yang sudah berstatus Sulinggih tidak patut menjalani diksa lagi, karena menurut sastra tentang pediksaan disebutkan "tan wenang anumpanging diksa" (tidak boleh mendiksa orang yang sudah diksa dwijati).
Ketiga, perihal Luh Puji Ardani yang tinggal di kota Mataram, kini berdomisili di Badung sudah viral, menimbulkan polemik "ujar ala" kepada martabat Sulinggih secara keseluruhan, sehingga dengan tindakan yang demikian maka yang bersangkutan belum patut menjalani diksa dwijati.
Editor: Robby Patria
Reporter: bbn/dps