search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kesbangpol Denpasar Gencarkan Saresehan Toleransi
Rabu, 11 Mei 2022, 23:40 WITA Follow
image

https://beritabali.com/assets/posting/berita_221105020522_KesbangpolDenpasarGencarkanSaresehanToleransi.jpg

IKUTI BERITADENPASAR.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITADENPASAR.COM, DENPASAR.

Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai etnis, suku, bahasa, ras dan agama. Karena itu bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang majemuk (plural). Kemajemukan masyarakat ini juga didukung oleh budaya masing-masing, sebagai suatu cara hidup yang hidup, tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu yang diakui sebagai suatu budaya yang diakui oleh masyarakat setempat (multikultural). 

Demikian disampaikan Ketua FKUB Kota Denpasar Prof I Nyoman Budiana saat saresehan toleransi antar umat di kantor secretariat MPUK Kota Denpasar, Rabu, (11/5). Seresehan yang dihadiri Kabid Ketahanan Ekososbud, Agama dan Ormas, Nyoman Oka Saljana yang didampingi JFT Analis Kebijakan Ahli Muda, I B Gd Andika Putra, Badan Kesbangpol Kota Denpasar.

Lebih lanjut Prof Budiana menambahkan salah satu upaya untuk dapat kembali sebagai umat yang harmoni, dengan cara internalisasi nilai kearifan lokal yang hidup di masyarakat.

Nilai dan tata cara adat, tradisi dan budaya lokal tersebut, merupakan perwujudan atas pemahaman nilai spiritual keagamaan. Hal ini dimanifestasikan dalam bentuk tatanan hidup dalam sosial kemasyarakatan.

Bali merupakan salah satu pulau dari puluhan ribu pulau yang ada di Indonesia. Sampai saat ini masih memiliki sejumlah nilai luhur sosial kemasyarakatan yang bersumber dari ajaran agama Hindu dan dikemas dalam suatu struktur desa adat yaitu Tri Hita Karana. Ini merupakan konsep strategis membangun harmoni. 

Ajegnya Bali dengan segala pranata yang hidup dan berkembang dalam kehidupan otonomi desa pada dewasa ini dijiwai oleh filosofi Tri Hita Karana. Terdapat tiga causa, penyebab terjadinya hubungan, interaksi manusia agar tercipta suatu kebahagiaan, kesejahteraan, Tuhan, Manusia dan Alam.

Ketiga unsur tri hita karana tersebut, menjadi sentra untuk dapat terjadinya harmoni adalah manusia dengan segala budaya yang dimiliki. Dalam hal ini bangsa Indonesia memiliki warisan karya besar Mpu Tantular dalam bukunya Sutasoma, di dalamnya terdapat motto, semboyan Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Suatu modal sosial yang sangat agung bagi bangsa Indonesia untuk menciptakan bangsa yang besar dengan multibudaya di tengah perbedaan. 

Bila hal itu mampu diwujudkan dengan baik, bangsa Indonesia mampu memelihara kebersamaan dalam perbedaan, sesuatu yang memang indah bahkan sebagai suatu potensi yang layak dijual dalam dunia kepariwisataan. 

“Kita harapkan semua umat selalu berpegangan pada Pancasila sehingga

kerukunan yang sudah terjalin dengan baik terus tetap terjaga,” ujar Prof. Budiana.

I Wayan Artana dari Kementerian Agama menyampaikan saat ini yang menjadi tantangan dalam menjaga toleransi adalah adanya ekstrimisme akut, hasrat saling memusnahkan, perang, intoleransi dan rasa benci. Untuk mengatasi tantangan itu hendaknya harus tetap berpedoman pada Pancasila sehingga tetap bisa menjaga toleransi antar umat.

Kabid Ketahanan Ekososbud, Agama dan Ormas, Nyoman Oka Saljana menyampaikan penting pelaksanaan seresehan toleransi ini untuk tetap memumuk rasa persatuan yang telah terbangun dengan baik selama ini.

Editor: Robby Patria

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritadenpasar.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Denpasar.
Ikuti kami